Cerita Rakyat Tapanuli Tao Sipingan dan Tao Losung
Danau Sipingan Dan Danau Losung
Cerita ini berasal dari daerah di Tapanuli Utara di daerah Dilahan, kecamatan Lintong Ni Huta. Sekarang Kecamatan Lintong Ni Huta tidak lagi menjadi kabupaten Tapanuli Utara melainkan telah memekarkan dirinya menjadi Kabupaten baru yakni Kabupaten Humbang Hasundutan yang ibukotanya Dolok Sanggul. Pada dahulu kala hiduplah dua orang bersaudara, yang bernama Datu Dalu dan adiknya Sangmaima. Orang tuanya mempunyai sebuah tombak pusaka.Sesuai dengan adat, jika orang tua meninggal maka tombak pusaka itu jatuh ke tangan anak yang tertua - Datu Dalu.
Suatu ketika Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi hutan. Datu Dalu meminjamkan tombak itu pada adiknya dengan syarat tombak itu harus dijaga baik-baik jangan sampai hilang.
Ketika Sangmaima sampai di kebunnya dia melihat seekor babi hutan sedang merusak tanamannya.
“Babi hutan, sialan! Kerjanya merusak tanaman orang!” teriaknya. Tanpa berpikir panjang ia melemparkan tombak pusaka dan tepat mengenai lambung babi hutan itu. Babi hutan itu masih sempat melarikan diri dan. Sangmaima tetap berusaha mengejar. Tetapi yang ditemukan di semak-semak hanya tombaknya saja. Sedang mata tombaknya masih melekat di lambung babi hutan itu.
Sangmaima segera pulang, melapor pada abangnya. Dia sudah menduga abangnya pasti marah besar karena mata tombaknya hilang entah kemana.
“Kamu harus mendapatkan kembali mata tombak itu. Aku tidak mau tahu bagaimana caramu!” kata Datu Dalu kepada adiknya.
“Saya mohon maaf, Bang. Hari ini juga saya akan mencari mata tombak itu.”
“Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!”
Hari itu juga Sangmaima berangkat ke hutan mencari mata tombak itu. Dari tempat tanamannya yang dirusak, ia melacak tapak-tapak babi hutan yang melarikan diri tersebut. Akhirnya menemukan sebuah lubang besar, tempat babi hutan itu menghilang. Dengan sebuah tali yang panjang Sangmaima dapat mencapai dasar lubang itu. Dasar lubang itu ternyata merupakan pintu gerbang sebuah istana bawah tanah.
Di istana itulah akhirnya Sangmaima bisa menemukan mata tombaknya, yang melekat di tubuh puteri raja yang sedang sakit. Tahulah sekarang Sangmaima, babi hutan yang pernah ia tombak itu ternyata jelmaan putri raja. Setelah berhasil menyembuhkan Sang Putri, diam-diam Sangmaima pergi untuk mengembalikan mata tombak kepada kakaknya.
Datu Dalu sangat gembira melihat kepulangan adiknya. Kegembiraan itu ia wujudkan dengan mengadakan pesta adat secara besar-besaran. Sayangnya dalam pesta itu ia tidak mengundang adiknya. Tindakan Datu Dalu ini membuat Sangmaima tersinggung. Lalu ia bermaksud mengadakan pesta sendiri. Dalam pesta Sangmaima ada tontonan yang menarik. Tontonan itu berupa seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai macam bulu burung sehingga bentuknya menjadi seekor burung Ernga (biasanya berkicau sore hari).
Di rumah Datu Dalu tamu yang datang sangat sedikit. Dia penasaran. Ketika diteliti, ternyata orang lebih senang datang ke rumah adiknya karena disitu ada tontonan yang menarik. Maka Datu Dalu segera ke rumah adiknya. Ia bermaksud meminjamkan tontonan itu untuk memikat tamu ke rumahnya. Sangmaima bersedia meminjamkan dengan syarat kakaknya harus menjaga jangan sampai burung Ernga itu rusak atau hilang.
Sangmaima kemudian mengantarkan Ernga ke rumah kakaknya. Dia sendiri kemudian bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Pada hari pertama di rumah Datu Dalu cukup ramai karena adanya tontonan itu. Malamnya diam-diam sangmaima menemui wanita yang menjadi Ernga. “Besok pagi buta, kamu harus meninggalkan tempat ini. Bawalah semua emas, pakaian yang telah diberikan kepadamu”. “Baik, Tuan”
Pada pagi hari yang kedua, Datu Dalu bermaksud memanggil Ernga untuk bernyanyi lagi di hadapan penonton. Berulang-ulang dipanggil, Ernga itu tidak muncul. Datu Dalu menjadi cemas. Dia mencari kesana kemari Ernga itu tetap tak tampak. Saat itulah datang Sangmaima mengingatkan perjanjian dengan abangnya tentang peminjaman burung Ernga. Datu Dalu berusaha menggantikan beberapa jumlah kerugian adiknya.m namun, Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi itu.
Akhirnya pertikaian tak dapat dihindarkan lagi, meningkat menjadi pertikaian yang sengit. Keduanya sama-sama kuat. Datu Dalu kemudian mengambil sebuah lesung. Sekuat tenaga lesung itu dia lempar hingga jatuh di kampung Sangmaima. Ajaibnya di tempat terjatuhnya lesung itu terjadi sebuah danau. Sampai sekarang danau itu disebut danau Losung. Sangmaima pun tidak mau kalah dengan adiknya. Ia mengambil piring. Dia lemparkan piring itu kearah perkampungan abangnya. Di tempat jatuhnya piring itu pun terjadi danau. Sampai kini orang menyebutnya danau Si Pinggan. Itulah awal terjadinya danau Si Losung dan Si Pinggan.
Cerita ini berasal dari daerah di Tapanuli Utara di daerah Dilahan, kecamatan Lintong Ni Huta. Sekarang Kecamatan Lintong Ni Huta tidak lagi menjadi kabupaten Tapanuli Utara melainkan telah memekarkan dirinya menjadi Kabupaten baru yakni Kabupaten Humbang Hasundutan yang ibukotanya Dolok Sanggul. Pada dahulu kala hiduplah dua orang bersaudara, yang bernama Datu Dalu dan adiknya Sangmaima. Orang tuanya mempunyai sebuah tombak pusaka.Sesuai dengan adat, jika orang tua meninggal maka tombak pusaka itu jatuh ke tangan anak yang tertua - Datu Dalu.
Suatu ketika Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi hutan. Datu Dalu meminjamkan tombak itu pada adiknya dengan syarat tombak itu harus dijaga baik-baik jangan sampai hilang.
Ketika Sangmaima sampai di kebunnya dia melihat seekor babi hutan sedang merusak tanamannya.
“Babi hutan, sialan! Kerjanya merusak tanaman orang!” teriaknya. Tanpa berpikir panjang ia melemparkan tombak pusaka dan tepat mengenai lambung babi hutan itu. Babi hutan itu masih sempat melarikan diri dan. Sangmaima tetap berusaha mengejar. Tetapi yang ditemukan di semak-semak hanya tombaknya saja. Sedang mata tombaknya masih melekat di lambung babi hutan itu.
Sangmaima segera pulang, melapor pada abangnya. Dia sudah menduga abangnya pasti marah besar karena mata tombaknya hilang entah kemana.
“Kamu harus mendapatkan kembali mata tombak itu. Aku tidak mau tahu bagaimana caramu!” kata Datu Dalu kepada adiknya.
“Saya mohon maaf, Bang. Hari ini juga saya akan mencari mata tombak itu.”
“Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!”
Hari itu juga Sangmaima berangkat ke hutan mencari mata tombak itu. Dari tempat tanamannya yang dirusak, ia melacak tapak-tapak babi hutan yang melarikan diri tersebut. Akhirnya menemukan sebuah lubang besar, tempat babi hutan itu menghilang. Dengan sebuah tali yang panjang Sangmaima dapat mencapai dasar lubang itu. Dasar lubang itu ternyata merupakan pintu gerbang sebuah istana bawah tanah.
Di istana itulah akhirnya Sangmaima bisa menemukan mata tombaknya, yang melekat di tubuh puteri raja yang sedang sakit. Tahulah sekarang Sangmaima, babi hutan yang pernah ia tombak itu ternyata jelmaan putri raja. Setelah berhasil menyembuhkan Sang Putri, diam-diam Sangmaima pergi untuk mengembalikan mata tombak kepada kakaknya.
Datu Dalu sangat gembira melihat kepulangan adiknya. Kegembiraan itu ia wujudkan dengan mengadakan pesta adat secara besar-besaran. Sayangnya dalam pesta itu ia tidak mengundang adiknya. Tindakan Datu Dalu ini membuat Sangmaima tersinggung. Lalu ia bermaksud mengadakan pesta sendiri. Dalam pesta Sangmaima ada tontonan yang menarik. Tontonan itu berupa seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai macam bulu burung sehingga bentuknya menjadi seekor burung Ernga (biasanya berkicau sore hari).
Di rumah Datu Dalu tamu yang datang sangat sedikit. Dia penasaran. Ketika diteliti, ternyata orang lebih senang datang ke rumah adiknya karena disitu ada tontonan yang menarik. Maka Datu Dalu segera ke rumah adiknya. Ia bermaksud meminjamkan tontonan itu untuk memikat tamu ke rumahnya. Sangmaima bersedia meminjamkan dengan syarat kakaknya harus menjaga jangan sampai burung Ernga itu rusak atau hilang.
Sangmaima kemudian mengantarkan Ernga ke rumah kakaknya. Dia sendiri kemudian bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Pada hari pertama di rumah Datu Dalu cukup ramai karena adanya tontonan itu. Malamnya diam-diam sangmaima menemui wanita yang menjadi Ernga. “Besok pagi buta, kamu harus meninggalkan tempat ini. Bawalah semua emas, pakaian yang telah diberikan kepadamu”. “Baik, Tuan”
Pada pagi hari yang kedua, Datu Dalu bermaksud memanggil Ernga untuk bernyanyi lagi di hadapan penonton. Berulang-ulang dipanggil, Ernga itu tidak muncul. Datu Dalu menjadi cemas. Dia mencari kesana kemari Ernga itu tetap tak tampak. Saat itulah datang Sangmaima mengingatkan perjanjian dengan abangnya tentang peminjaman burung Ernga. Datu Dalu berusaha menggantikan beberapa jumlah kerugian adiknya.m namun, Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi itu.
Akhirnya pertikaian tak dapat dihindarkan lagi, meningkat menjadi pertikaian yang sengit. Keduanya sama-sama kuat. Datu Dalu kemudian mengambil sebuah lesung. Sekuat tenaga lesung itu dia lempar hingga jatuh di kampung Sangmaima. Ajaibnya di tempat terjatuhnya lesung itu terjadi sebuah danau. Sampai sekarang danau itu disebut danau Losung. Sangmaima pun tidak mau kalah dengan adiknya. Ia mengambil piring. Dia lemparkan piring itu kearah perkampungan abangnya. Di tempat jatuhnya piring itu pun terjadi danau. Sampai kini orang menyebutnya danau Si Pinggan. Itulah awal terjadinya danau Si Losung dan Si Pinggan.
Komentar
Posting Komentar